DEMAM TIFOID
Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi
usus halus
Endemik di Indonesia
Termasuk penyakit menular
Sumber penularan: Pasien tifoid dan carrier
Carier adalah : orang yang sembuh dari demam tifoid dan
masih terus mengeksresi s.typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1
tahun,
Transmisi melalui: Air dan makanan
yang tercemar
Banyak ditemukan dinegara berkembang dengan sanitasi dan
kebersihan lingkungan yang kurang baik
Kuman S. typhi masuk kedalam tubuh melalui mulut dengn
makanan dan air yang tercemar, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian masuk ke usus halus,
didalam usus komplikasi perdarahan dan perforasi dapat terjadi.
MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas 10-14 hari
Gejala sangat bervariasi : serupa dengan penyakit infeksi
akut pada umumnya
Minggu pertama : Demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, rasa tidak enak diperut, batuk
dan epistaksis.
Minggu kedua gejala lebih jelas: Demam, bradikardi relatif,
lidah yang khas ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium atau psikosis.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Leukosit : kadang leukopeni, kadang leukositosis, sering
pula normal (tidak berguna untuk diagnosis tifoid
SGOT/SGPT : sering meningkat (tidak memerlukan pembatasan
pengobatan)
Biakan darah
Bila positif memastikan demam tifoid, tapi bila negatif
tidak menyingkirkan demam tifoid
KEPEKAAN S. TYPHI TERHADAP OBAT ANTI
MIKROBA
100% sensitive terhadap kloramfenikol
83,3% - 100% sensitive terhadap ampicillin
97% - 100% sensitive terhadap kotrimoksazol
UJI WIDAL
Adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum pasien yang disangka menderita demam tifoid.
Akibat infeksi oleh S.typhi , pasien membuat antibody
(agglutinin), yaitu:
a.
Aglutinin O (dari tubuh kuman)
b.
Aglutinin H (dari flagel kuman)
c.
Aglutinin Vi (dari simpai kuman)
Hanya agglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosis.
Tidak ada consensus mengenai tingginya titer uji widal yang
mempunyai nilai diagnostic yang pasti
Batas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan saja yang
hanya berlaku setempat dan berbeda diberbagai laboratorium.
Uji widal positif dapat disebabkan oleh salmonella lain
Orang yang telah sembuh dari tifoid, agglutinin akan tetap hanya
kesepakatan saja yang hanya berlaku setempat dan berbeda diberbagai
laboratorium.
Uji widal positif dapat disebabkan oleh salmonella lain
Orang yang telah sembuh dari tifoid, agglutinin akan tetap
ada dalam darah dalam waktu yang lama
Uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan pasien
DIAGNOSIS
Biakan darah positif memastikan demam tifoid
Biakan negative tidak menyingkirkan demam tifoid
Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis tifoid
Peningkatan titer uji widal 4x lipat selama 2 sampai 3
minggu memastikan diagnosis
Reaksi widal tunggal dengan titer antibody O →
1:320 atau H → 1:640 menyokong diagnosis tifoid dengan gambaran klinis
yang khas.
Pada beberapa pasien, uji widal tetap negative walaupun
biakan darah positif
KOMPLIKASI
1.
Intestinal :
i.
Perdarahan usus
ii.
Perforasi usus
iii.
Ileus paralitik
2.
Ekstra intestinal:
a.
Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan
sepsis), miokarditis, thrombosis dan tromboflebitis
b.
Komplikasi darah : anemia hemolitik,
trombositopenia, DIC dan sindoma uremia hemolitik
c.
Komplikasi paru : pneumonia, empyema dan
pleuritic
d.
Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis
dan kolesistitis
e.
Komplikasi ginjal : glomerulonephritis,
pielonefritis dan perinefritis
f.
Komplikasi tulang : osteomyelitis, periostitis,
spondylitis dan artritis
g.
Komplikasi neuropsikiatrik : delirium,
meningismus, meningitis, polyneuritis perifer, sindroma guillain barre,
psikosis dan sindroma katatonia
Pada anak dengan demam paratifoid komplikasi jarang terjadi
Komplikasi sering pada toksemia berat dan kelemahan umum,
terutama bila perawatan kurang sempurna
PENGOBATAN
1.
Perawatan
2.
Diet
3.
Obat
Perawatan
Perlu rawat rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan
Tirah baring absolut sampai 7 hari bebas demam atau kurang
lebih 14 hari
Mobilisasi bertahap
Diet
Bisa bubur saring, bubur kasar atau nasi dengan lauk pauk
rendah selulosa
Obat
Antimikroba yang
sering digunakan:
a.
Kloramfenikol
b.
Tiamfenikol
c.
Kotrimoksazol
d.
Ampisilin dan amoksisilin
e.
Sefalosforin generasi ketiga
f.
Fluorokinolon
Obat-obat simtomatik
Antipiretik : bila perlu
Kortikosteroid : Dapat diberikan pada pasien toksik secara
oral atau parenteral selama 5 hari taffering off
Kloramfenikol : tidak boleh diberikan pada trimester
ketiga-menyebabkan partus premature, kematian fetus intrauterine dan grey
syndrome
Tiamfenikol : tidak dianjurkan untuk trimester pertama-efek
teratogenic, pada kehamilan lanjut bisa diberikan
Ampisilin, amoksilin dan sefalosforin generasi ketiga – aman
untuk wanita hamil, kecuali hipersensitif
Kotrimoksazol dan flourokinolon – tidak boleh untuk wanita
hamil
PROGNOSIS
Tergantung : Umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh,
jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan.
Angka kematian rata-rata 5,7%